Dr. Yusuf al-Qaradhawi telah mengeluarkan satu fatwa hukum tentang sentuhan orang laki-laki terhadap wanita, yang ditulis dalam beberapa lembaran (11 lembar). Dia berkeliling dan berputar-putar ke kanan dan ke kiri dengan harapan mendapatkan jalan untuk menghalalkan hal tersebut yang hukumnya telah benar-benar jelas dari sabda Rasulullah yang benar-benar gamblang:
“Lebih baik ditusuk kepala seseorang dengan jarum dari besi daripada menyentuh wanita yang tidak dihalalkan baginya.” [HR. Ath-Thabrani dan al-Baihaqi. Dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah, 226.]
Berikut ini sedikit petikan dari fatwa yang berputar-putar dan bolak-balik yang dikeluarkan oleh Dr. Yusuf al-Qaradhawi, mudah-mudahan Allah memberikan petunjuk kepadanya.
Mengenai hukum ini, Dr. Yusuf al-Qaradhawi mengemukakan (dalam Fatawa Mu’ashirah jilid 2 halaman 293 dan setelahnya):
“Pada hakikatnya, saya telah mencari dalil yang memuaskan yang telah dinashkan. Namun, saya belum mendapatkan apa yang saya dambakan itu.”
Dia (Dr. Yusuf al-Qaradhawi) juga mengatakan:
“Dalil yang paling kuat di sini yang tidak membolehkan bersentuhan dengan lawan jenis adalah saddudz-dzari’ah (menutup sarana menuju fitnah).”
Kemudian, Dr. Yusuf al-Qaradhawi berusaha melemahkan hadits shahih yang telah disebutkan sebelumnya. Setelah putus asa, dia mengatakan:
“Sesungguhnya, pengharaman itu tidak bisa dilakukan kecuali dengan dalil qath’i yang tidak diragukan lagi, seperti al-Qur’anul-Karim, serta hadits-hadits mutawatir, atau semisalnya yang masyhur.”
Setelah mau menerima hadits, Dr. Yusuf al-Qaradhawi mengatakan:
“Anggaplah kita menerima hadits shahih tersebut, atau kemungkinan melakukan pengharaman dari dalil semisalnya, ternyata saya dapati bahwa indikasi hadits terhadap obyek hukumnya sama sekali tidak jelas.”
Setelah itu, Dr. Yusuf al-qaradhawi membawa kata yamassu yang terdapat dalam hadits itu pada pengertian jima’ (hubungan badan).
Selanjutnya, dengan menggunakan dalil dari beberapa hadits, dia membolehkan sentuhan orang laki-laki dengan wanita asing (bukan mahram), padahal tidak terdapat dalalah (indikasi) padanya. Mengenai hal itu telah dijawab oleh para ulama.
Pada bagian penutup, Dr. Yusuf al-Qaradhawi mengatakan:
“Yang dapat diterima oleh hati dari berbagai riwayat ini, bahwa sekedar bersentuhan bukanlah suatu hal yang haram.”
Dapat penulis (Sulaiman al-Khurasyi) katakan bahwa MahaBenar Allah Ta’ala yang berfirman:
“Dan janganlah kalian mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidah kalian secara dusta, ‘Ini halal dan ini haram,’ untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah.” [Qs. An-Nahl: 116.]
Dengan demikian, Dr. Yusuf al-Qaradhawi telah berani mengadakan kebohongan terhadap Allah, menyalahi hadits shahih, seraya mengikuti hawa nafsunya di hadapan tekanan realitas, dan berusaha menampakkan diri dengan penampilan seorang ahli fiqih yang membawa pencerahan dengan mengorbankan nash-nash syari’at.
Mengomentari hadits tersebut, Syaikh al-Albani mengatakan:
“Di dalam hadits tersebut terdapat ancaman yang keras bagi orang yang menyentuh wanita yang tidak dihalalkan baginya (= bukan mahramnya). Menunjukkan diharamkannya menyalami wanita yang bukan mahram, karena tidak diragukan lagi hal itu termasuk makna yang dikandung oleh kata bersentuhan.
Parahnya, kaum muslimin sekarang ini telah melakukan hal tersebut, bahkan di antara mereka terdapat ulama, andaikan dalam hati mereka menolak hal itu, niscaya sedikit lebih baik, tetapi mereka justru membolehkannya dengan segala cara dan penakwilan.
Telah sampai kepada kami, bahwasanya ada sosok pribadi yang terhormat di Universitas al-Azhar telah terlihat oleh beberapa orang di antara mereka sedang menyalami wanita. Hanya kepada Allah-lah tempat mengadu dari meriahnya Islam.
Bahkan, sebagian kelompok Islam berpendapat dibolehkan bersalaman dengan wanita. Kelompok-kelompok itu mengharuskan setiap anggotanya untuk mengadopsi hal tersebut. Dalam hal ini, mereka menggunakan hujjah yang tidak tepat dengan tidak menganggap hadits tersebut dan juga hadits-hadits yang lain yang dengan jelas tidak mensyari’atkan salaman tersebut.” [Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah (1/396).]
Dapat penulis (Sulaiman al-Khurasyi) katakan:
“Perlu anda ketahui, betapa (terjadi) pertentangan dan ketidak-stabilan Dr. Yusuf al-Qaradhawi dalam fatwa-fatwanya. Berikut ini di antara fatwa yang dikeluarkannya dalam bukunya yang lain, yang mana fatwa tersebut bertolak belakang dengan fatwa sebelumnya. Perhatikanlah, bagaimana bisa dia menghalalkan di suatu tempat dan mengharamkannya di tempat yang lain, sesuai dengan kehendak hawa nafsunya.
Dr. Yusuf al-Qaradhawi mengatakan (dalam Fatawa al-Mu’ashirah lil-Mar`ah wal-Usrah al-Muslimah hal.14):
“Adapun kepergian wanita kepada laki-laki asing untuk meriasnya, maka sudah pasti haram. Sebab, selain suami dan mahram tidak boleh menyentuh tubuh wanita muslimah, dan bagi wanita tidak boleh memberikan kesempatan kepada laki-laki asing untuk melakukan hal tersebut. Di dalam hadits telah disebutkan:
“Lebih baik kepala seseorang di antara kalian ditusuk dengan jarum dari besi daripada dia menyentuh wanita yang tidak dihalalkan baginya.” Hadits di atas diriwayatkan oleh ath-Thabrani. Rijal hadits ini tsiqah, yaitu rijal yang shahih, sebagaimana yang dikatakan oleh al-Mundziri, juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi….”
Dapat penulis (Sulaiman al-Khurasyi) katakan:
“Lucunya, dalam fatwa-fatwa tersebut, Dr. Yusuf al-Qaradhawi telah melandasinya dengan hadits yang mana dia telah berusaha menolak dan melemahkannya. Kontradiksi pendapat yang terjadi pada Doktor ini adalah akibat (/hukuman) atas penolakannya terhadap as-Sunnah dan upayanya untuk menggugurkannya. Mudah-mudahan Allah melindungi kita semua.”
Lihat fatwa al-Qaradawi: