Zakat sebagaimana shalat adalah syariah bagian dari rukun Islam, yang mana diketahui para muslim secara umum. Adapun zakat profesi adalah zakat jenis baru, biasa diwajibkan di kalangan Ikhwanul Muslimin setahu saya dan menyebar entah sampai mana. Kita baca saja sejarah, di mana sejarahnya bangsa/umat dahulu pun (sebagian) mereka punya profesi masing-masing. Tapi tidak pernah ada istilah zakat profesi.
Kalau mereka bisa mengadakan jenis zakat baru (profesi), mungkinkah berbeda hukumnya jika mereka mengadakan jenis shalat baru, jenis puasa baru, jenis haji dan umrah baru…?
Masalah lainnya, ketika terdesak dalam diskusi/debat masalah zakat profesi ini mereka sering akhirnya melemahkan hukumnya jadi sunnah (dianjurkan), atau bahkan jadi sedekah (boleh). Jadi kalau mau lebih jelas istilahnya katakanlah jadi ada zakat sunnah atau zakat mubah. Mirip rancunya istilah infaq wajib….
Sebaiknya ketika mau ber-zakat kita kembali kepada apa yang diwajibkan dari ajaran Rasulullah berupa zakat yang sudah ada di al-Quran dan al-Hadits.
Sebagian alasan mereka mengadakan zakat profesi bulanan adalah karena sifat manusia cenderung kikir/pelit, sehingga kalau menunggu setahun (haul) akan “dicurangi” dengan perubahan status harta, sehingga kewajibannya zakat jadi gugur, karena nishab (jumlah harta minimal wajib zakat) telah terkurangi karena digunakan entah membeli apa.
Pertanyaannya, manusia ini makhluk Allah yang Maha Tahu, kenapa orang-orang ini ikut campur mengubah syariah dengan alasan sifat makhluk yang sangat diketahui Allah. Seolah syariat Allah ini gagal menghadapi sifat alami manusia… , (dalam anggapan mereka).
Kontradiktif. Entah niatnya mereka membela syariat Allah atau aslinya membela syariat ustadz/ulama/kelompoknya, atau mereka punya niatan pribadi lain, terutama kalau mereka sendiri hidup dengan zakat. Mungkin bagi orang seperti mereka, lebih banyak lebih baik, tentunya.
Tentunya setiap orang punya kebutuhan masing-masing. Ada yang perlu bayar utang. Ada yang menanggung hidup mungkin puluhan orang anggota keluarga dan sanak saudara. Ada yang gaya hidupnya pas-pasan walau dengan gaji tinggi yang menurut ahli zakat profesi sudah harus zakat tiap bulan…. Tentu saja kasihan orang yang sudah punya alokasi anggaran seperti mereka masih ditarik zakat profesi. Apalagi sebagian pemerintah/perusahaan (yang pemimpinnya ikut madzab zakat profesi) menjadikan zakat itu potong otomatis dari gaji.
Kadang mungkin dipertanyakan mereka, beramal baik kok menolak…? Apakah kurang amal baik kalau menanggung nafkah keluarga atau saudara, misalnya. Atau misal ditujukan ke yang potensial tertuduh menghindari zakat mal tahunan karena uangnya digunakan untuk membeli keperluan lain…, selama itu halal maka bukannya jual beli itu halal…!
Sebagian cerita yang saya dapatkan bahwasanya ada ulama yang juga pengusaha yang mengaku tidak pernah bayar zakat! Kenapa…? Karena dia selalu sedekah sehingga hartanya tidak pernah mencapai nishab (batas minimal wajib zakat) dan haul (jangka waktu minimal wajib zakat yakni 1 tahun).
Tentunya orang yang berilmu lebih pantas untuk berada di jalan yang benar ketika beribadah, ketika berzakat juga. الله المستعان.