Profesi atau pekerjaan dan pekerja-nya sekalipun swasta sudah ada sejak zaman dahulu kala, tapi soal zakat profesi baru ada di masa modern ini.
Zakat profesi mulai dikenal pada tahun 1960an dari Yusuf Qaradhawi, dan dimuat dalam kitabnya: Fiqih Zakat, disertasi-nya di universitas Al-Azhar pada tahun 1972.
Dikatakan, Yusuf Qaradhawi mendapat pengaruh dari dua ulama lainnya yaitu Syekh Abdul Wahab Khallaf dan Syekh Abu Zahroh.
Di Indonesia, zakat profesi mulai dikenal mulai tahun 90-an, khususnya setelah kitab Yusuf Qaradhawi diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Didin Hafidhudin.
Bahkan jenis zakat bertambah banyak jika ikut pendapat Didin Hafiduddin yang dalam disertasi doktor yang berjudul Zakat dalam Perekonomian Modern di Universitas Islam Negeri Jakarta, paling tidak menyebutkan bahwa setidaknya ada sepuluh jenis zakat di masa modern, yaitu:
- Zakat Profesi
- Zakat Perusahaan
- Zakat Surat Berharga
- Zakat Perdagangan Mata Uang
- Zakat Hewan Ternak yang Diperdagangkan
- Zakat Madu dan Produk Hewani
- Zakat Investasi properti
- Zakat Asuransi Syari’ah
- Zakat Usaha Tanaman Angrek, Walet, Ikan Hias
- Zakat Sektor Rumah Tangga.
Masalahnya dalil secara jelas menyatakan bahwa tidak wajib zakat atas harta kekayaan kecuali dengan dua syarat:
– cukup haul (tempo setahun),
– dan cukup nishaab (ukuran-nya).
Cara-cara/alasan yang digunakan untuk melegalkan zakat profesi ini sebagiannya seperti ini:
– Alasan kemaslahatan orang miskin. Logika dan perasaan. Bahwa zakat ini bermanfaat bagi rakyat miskin.
– Orang kaya diwajibkan berzakat menurut keumuman dalil. Tanpa zakat profesi sulit mungkin menarik zakat mereka.
– Sedekah. Jadi setelah tidak bisa mewajibkan akhirnya dianjurkan dengan alasan sedekah.
Dari sisi pembayar zakat mungkin apa yang melebihi kewajiban teranggap sedekah yang bisa mendatangkan pahala. Tapi dari sisi orang yang menarik zakat bisa dianggap melakukan kedzaliman dengan menarik zakat melewati apa yang diwajibkan syariat.
# Setelah bisa menetapkan zakat profesi, selanjutnya adalah menghapus haul, agar bisa ditarik tiap bulan, dengan cara/alasan:
– Bahwa hadits tentang haul adalah lemah, seperti kata Yusuf Qaradawi. Sehingga tidak perlu menunggu setahun lagi baru bisa menarik zakat orang kaya.
– Meng-qiyas-kan zakat profesi dengan zakat pertanian yang memang tidak mensyaratkan kepemilikan setahun (haul). Nishabnya juga jadi ikut nishab hasil tani.
– Menghitung gaji setahun ke depan agar sesuai syarat haul. Maka zakatnya dibayarkan sebelum haul-nya. Yakni bayar zakat di depan. Sementara nishab sesuai zakat harta.
Soal menetapkan hukum yang hasilnya berbeda2, bisa dilihat bahwa pada prosesnya zakat profesi ditetapkan dulu baru caranya belakangan dicari.
Yang terlihat, ini tindakan mewajibkan apa yang tidak diwajibkan Allah. Tindakan melanggar syariat. Tapi kelihatannya alasan yang ada dianggap cukup bagi kalangan yang menerapkan zakat profesi. Atau, mereka menganggap melakukan satu dari dua pendapat.
Sebagian yang lain dibingungkan dengan perbedaan pendapat soal zakat profesi ini dan menjadi ragu karena kontroversi. Terutama lagi karena orang yang membela zakat profesi ini biasa menaruh pendapat yang menentang di bagian awal pembahasan, lalu dilanjutkan penjelasan pendapat yang membolehkan, sehingga perasaan pembaca terbawa untuk setuju.
و الله أعلم
—x—
Kredibilitas penggagas zakat profesi ini orang-orang yang punya pemikiran tidak bisa diterima oleh ahlussunnah, terutama mereka ini orang2 yang terpengaruh pan-islamisme:
– Abdul Wahab Khalaf
Abdul Wahhab Khalaf menuliskan dalam kitab Ushul Fiqh-nya,
“Ijma’ tidak akan terwujud dan terlaksana jika hanya memenuhi empat unsur Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Dan itu berarti ijma’ tidak dapat berlaku jika hanya ditetapkan oleh unsur ahlu sunnah saja dan meninggalkan Syi’ah, dengan sendirinya hal itu tidak dapat dikatakan sebagai ijma’ menurut hukum syara’. Sebab ijma’ tidak bisa terjadi melainkan berdasarkan kesepakatan secara umum dari seluruh mujtahid umat Islam di seluruh dunia pada waktu terjadinya suatu peristiwa. Termasuk di dalamnya mujtahid sunnah dan syi’ah.”
– Muhammad Abu Zahrah
Dia berkata kepada masyarakat Mesir yang sunni,
“Saudara kita syiah sangat terbuka kepada kalian, meskipun kita dari kalangan ahlu sunnah dan jika kita berkehendak untuk mengunjungi mereka. maka niscaya kita akan disambut sebagai saudara dengan penuh kasih sayang.”
– Yusuf Qaradawi
Sikapnya al-Qaradhawi terkait Syiah sudah diketahui umum, adapun soal fiqih-nya…
Kata Syaikh al-Albani rahimahullah:
ﺍﻟﻘﺮﺿﺎﻭﻱ ﺩﺭﺍﺳﺘﻪ ﺃﺯﻫﺮﻳﺔ، ﻭﻟﻴﺴﺖ ﺩﺭﺍﺳﺔ ﻣﻨﻬﺠﻴﺔ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨَّﺔ، ﻭﻫﻮ ﻳﻔﺘﻲ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺑﻔﺘﺎﻭﻯ ﺗُﺨﺎﻟﻒ ﺍﻟﺸﺮﻳﻌﺔ، ﻭﻟﻪ ﻓﻠﺴﻔﺔ ﺧﻄﻴﺮﺓ ﺟﺪﺍً : ﺇﺫﺍ ﺟﺎﺀ ﺍﻟﺸﻲﺀ ﻣﺤﺮﻣﺎً ﻓﻲ ﺍﻟﺸﺮﻉ ﻳﺘﺨﻠﺺ ﻣﻦ ﺍﻟﺘﺤﺮﻳﻢ ﺑﻘﻮﻟﻪ : ( ﻟﻴﺲ ﻫﻨﺎﻙ ﻧﺺ ﻗﺎﻃﻊ ﻟﻠﺘﺤﺮﻳﻢ ) ، ﻓﻠﺬﻟﻚ ﺃﺑﺎﺡ ﺍﻟﻐﻨﺎﺀ ﻭﺃﺑﺎﺡ ﻟﺬﻟﻚ ﺍﻹﻧﺠﻠﻴﺰﻱ ﺍﻟﺬﻱ ﻛﺎﻥ ﺃﺳﻠﻢ ﻭﻫﻮ ﻣﻦ ﻛﺒﺎﺭ ﻣﻐﻨﻴﻦ ﺑﺮﻳﻄﺎﻧﻴﻴﻦ ﺃﻥ ﻳﻈّﻞ ﻓﻲ ﻣﻬﻨﺘﻪ ﻭﺃﻥ ﻳﺄﻛﻞ ﻣﻦ ﻛﺴﺒﻪ، ﻭﺍﺩﻋﻰ ﺍﻟﻘﺮﺿﺎﻭﻱ ﺑﺄﻧﻪ ﻟﻴﺲ ﻫﻨﺎﻙ ﻧﺺّ ﻗﺎﻃﻊ ﻟﺘﺤﺮﻳﻢ ﺍﻟﻐﻨﺎﺀ ﺃﻭ ﺁﻻﺕ ﺍﻟﻄﺮﺏ، ﻭﻫﺬﺍ ﺧﻼﻑ ﺇﺟﻤﺎﻉ ﻋﻠﻤﺎﺀ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﺃﻥ ﺍﻷﺣﻜﺎﻡ ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ ﻻ ﻳُﺸﺘﺮﻁ ﻓﻴﻬﺎ ﺍﻟﻨّﺺ ﺍﻟﻘﺎﻃﻊ، ﺑﺪﻟﻴﻞ ﺃﻧﻬﻢ – ﻭﻣﻨﻬﻢ ﺍﻟﻘﺮﺿﺎﻭﻱ ﻧﻔﺴﻪ – ﻳﻘﻮﻝ ﺍﻷﺩﻟﺔ : ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨّﺔ ﻭﺍﻹﺟﻤﺎﻉ ﻭﺍﻟﻘﻴﺎﺱ، ﻭﺍﻟﻘﻴﺎﺱ ﻟﻴﺲ ﺩﻟﻴﻼً ﻗﺎﻃﻌﺎً ﻷﻧﻪ ﺇﺟﺘﻬﺎﺩ، ﻭﺍﻻﺟﺘﻬﺎﺩ ﻣﻌﺮﺽ ﻟﻠﺨﻄﺄ ﻭﺍﻟﺼﻮﺍﺏ ﻛﻤﺎ ﻫﻮ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺍﻟﺼﺤﻴﺢ
ﻟﻜﻨﻪ ﺟﺎﺀ ﺑﻬﺬﻩ ﺍﻟﻨﻐﻤﺔ : ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﻮﺟﺪ ﺩﻟﻴﻞ ﻗﺎﻃﻊ، ﻟﻜﻲ ﻳﺘﺨﻠﺺ ﻭﻳﺘﺤﻠّﻞ ﻣﻦ ﻛﺜﻴﺮ ﻣﻦ ﺍﻷﺣﻜﺎﻡ ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ
“Al-Qaradhawi ini pengajiannya mengikuti metode al-Azhar. Pengajiannya bukan mengikuti metodologi al-Qur’an dan as-Sunnah. Banyak fatwanya bertentangan dengan syara’. Terdapat satu kaidah yang sangat berbahaya yang dia gunakan:
Sekiranya sesuatu perkara itu diharamkan syara’, dia akan mengatakan bahwa:
“tiada nash muktamad (nash qath’i) yang mengharamkannya“.
Ini menyebabkan dia menghalalkan nyanyian dan mengharuskan kepada si penyanyi Inggris terkenal di England (Kerajaan Inggris) yang memeluk Islam supaya meneruskan kerja menyanyinya serta makan dari hasilnya.
Al-Qaradhawi menyatakan bahwa tidak ada nash yang muktamad yang mengharamkan nyanyian dan alat musik. Ini berbeda dengan apa yang disepakati (ijma’) oleh para ulama Islam bahwa hukum-hakam syara’ tidak perlu kepada nash yang muktamad.
Buktinya adalah mereka termasuk al-Qaradhawi sendiri berpegang kepada al-Qur’an, as-Sunnah, ijma’, dan qiyas. Qiyas bukan dalil yang muktamad karena ia adalah ijtihad dan ijtihad boleh jadi salah atau benar, seperti yang dijelaskan di dalam hadis sahih.
Tetapi dia menyatakan ini bahwa tidak ada dalil yang muktamad untuk mengelak daripada hukum haram serta melepaskan diri dari sekian banyak hukum syara’.”
—
Lalu ketika Syaikh al-Albani ditanya tentang al-Qaradhawi yang mewajibkan zakat terhadap mereka yang menerima gaji secara bulanan, beliau rahimahullah mengatakan:
ﺍﺻﺮﻑ ﻧﻈﺮﻙ ﻋﻦ ﺍﻟﻘﺮﺿﺎﻭﻱ ﻭﺍﻗﺮﺿﻪ ﻗﺮﺿﺎً، ﻫﺬﻩ ﺿﺪ ﻣﺎ ﻗﻠﻨﺎﻩ ﺁﻧﻔﺎً , ﺇﺫﺍ ﺟﺎﺀﺕ ﻣﺴﺄﻟﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺘﺤﺮﻳﻢ ﻳﻘﻮﻝ ﻟﻴﺲ ﻓﻴﻬﺎ ﻧﺺّ ﻗﺎﻃﻊ، ﻫﻨﺎ ﻻ ﻧﺺ ﻻ ﻗﺎﻃﻊ ﻭﻻ ﻇﻨﻲ، ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻫﻮ ﻣﺠﺮﺩ ﺍﻟﺮﺃﻱ، ﺍﻟﻨﺼﻮﺹ ﺃﻥ ﺃﻱ ﻣﺎﻝ ﻻ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﺯﻛﺎﺓ ﺇﻻ ﺑﺸﺮﻃﻴﻦ : ﺇﺫﺍ ﺣﺎﻝ ﺍﻟﺤﻮﻝ ﻭﺑﻠﻎ ﺍﻟﻨﺼﺎﺏ .
ﻓﻬﻮ ﻳﺠﺘﻬﺪ ﻭﻳﻘﻮﻝ : ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ ﻣﺎﻝ ﺍﻟﻤﻮﻇﻒ ﺍﻟﺸﻬﺮﻱ ﺃﻥ ﻳُﺨﺮﺝ ﺯﻛﺎﺗﻪ، ﻣﺎ ﺍﻟﺪﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰ ﻫﺬﺍ، ﻭﺿﻊ ﻗﺎﻋﺪﺓ، ﻭﻫﻲ ﻣﺮﺍﺩ ﻣﺼﻠﺤﺔ ﺍﻟﻔﻘﺮﺍﺀ، ﺃﻱ ﻣﺮﺍﻋﺎﺓ ﻣﺼﻠﺤﺔ ﺍﻟﻔﻘﺮﺍﺀ، ﻫﺬﻩ ﻟﻴﺴﺖ ﻗﺎﻋﺪﺓ ﺷﺮﻋﻴﺔ، ﺑﻞ ﻫﻲ ﻗﺎﻋﺪﺓ ﺷﻴﻮﻋﻴﺔ ﻷﻥ ﺍﻟﺤﻘﻴﻘﺔ : ﻣﺎ ﻭُﺟِﺪَ ﺷﻴﻮﻋﻴﺔ ﺇﻻ ﻟﺼﺎﻟﺢ ﺍﻟﻔﻘﺮﺍﺀ ﺿﺪ ﺍﻷﻏﻨﻴﺎﺀ، ﺃﻣﺎ ﺍﻟﺸﺮﻉ ﻓﻜﺎﻥ ﺑَﻴﻦَ ﺫﻟﻚ ﻗِﻮﺍﻣًﺎ ﻓﻬﻮ ﻳﺮﺍﻋﻲ ﻣﺼﻠﺤﺔ ﺍﻟﻔﺮﻳﻘﻴﻦ ﻣﺼﻠﺤﺔ ﺍﻟﻔﻘﺮﺍﺀ ﻭﻣﺼﻠﺤﺔ ﺍﻷﻏﻨﻴﺎﺀ
“Palingkanlah pandanganmu daripada al-Qaradhawi dan tinggalkanlah dia… ini berbeda dengan apa yang kita ucapkan tadi. Sekiranya ada pengharaman dia berkata:
“tidak ada nash yang muktamad”.
Adapun di sini: (*di zakat profesi…)
– tidak ada nash yang muktamad,
– maupun yang tidak muktamad.
Dia hanya pendapat akal semata-mata. Nash-nash secara jelas menyatakan bahwa tidak wajib zakat kecuali dengan dua syarat:
– cukup haul (tempo setahun),
– dan cukup nishaab (ukuran-nya).
Tetapi dia secara ijtihad menyatakan bahawa diwajibkan zakat ke atas mereka yang menerima gaji secara bulanan. Apa dalil-nya?
Dia meletakkan kaedah: “untuk menjaga maslahat orang miskin”.
Hakikatnya ini bukanlah kaedah syara’ (syariah), tetapi kaedah komunis…!
Ini karena tidaklah paham komunis diwujudkan melainkan untuk menjaga maslahat orang-orang miskin dengan menentang orang kaya. Berbeda dengan syara’, ia menjaga maslahat kedua-belah pihak, sama ada orang miskin atau kaya.”
—
Diterjemahkan dari sebagian Rekaman audio Syaikh al-Albani, Kaset Silsilah Huda wan Nuur, no. 362 – menit 16:30-18:16 dan 24:35-26:00.
Link: http://www.alalbany.ws/alalbany/huda_noor_audio/362.rm